Senjata Makan Tuan, Nasehat Makan Ustadz
Di sebuah pondok pesantren di wilayah Kebumen, Jawa tengah, ada seorang
ustadz ahli bahasa yang disegani di pondok tersebut. Suatu hari ia
menasehati seorang santrinya yang bernama Haryanto, santri asal Lampung,
"Har, kalau kamu hendak membicarakan sesuatu, pakai dahulu otakmu. Pikirkan dengan matang, setelah itu baru katakan dengan kalimat yang baik dan benar."
Pada suatu hari di musim hujan, keduanya sedang duduk-duduk santai di dekat api unggun di belakang pondok. Tiba-tiba sepercik api mengenai jubah tenunan yang dikenakan sang ustadz. Peristiwa itu dilihat Haryanto, namun ia diam saja. Setelah berpikir beberapa saat barulah ia membuka mulut,
Haryanto: "Ustadz, saya ingin mengatakan sesuatu, bolehkah?"
Ustadz: "Kalau menyangkut kebenaran, katakan saja,"
Haryanto: "Ini memang menyangkut kebenaran,"
Ustadz: "Silakan,"
Haryanto: "Aku melihat benda panas berwarna merah."
Ustadz: "Benda apa itu?,"
Haryanto: "Sepercik api mengenai jubah ustadz,"
Seketika itu sang ustadz melihat jubah yang sebagian sudah hangus terbakar.
Ustadz: "Kenapa tidak segera kamu beritahukan kepadaku?,"
Haryanto: "Saya harus berikir dahulu sebelum mengatakannya, seperti apa yang anda nasihatkan kepadaku tempo hari," (jawab Haryanto dengan lugu)
Sejak kejadian itu sang ustadz menjadi lebih berhati-hati dalam memberikan nasihat pada santrinya agar nasehatnya tidak dimakan mentah-mentah. Ia tidak ingin peristiwa pahit seperti itu terulang lagi di kemudian hari.
"Har, kalau kamu hendak membicarakan sesuatu, pakai dahulu otakmu. Pikirkan dengan matang, setelah itu baru katakan dengan kalimat yang baik dan benar."
Pada suatu hari di musim hujan, keduanya sedang duduk-duduk santai di dekat api unggun di belakang pondok. Tiba-tiba sepercik api mengenai jubah tenunan yang dikenakan sang ustadz. Peristiwa itu dilihat Haryanto, namun ia diam saja. Setelah berpikir beberapa saat barulah ia membuka mulut,
Haryanto: "Ustadz, saya ingin mengatakan sesuatu, bolehkah?"
Ustadz: "Kalau menyangkut kebenaran, katakan saja,"
Haryanto: "Ini memang menyangkut kebenaran,"
Ustadz: "Silakan,"
Haryanto: "Aku melihat benda panas berwarna merah."
Ustadz: "Benda apa itu?,"
Haryanto: "Sepercik api mengenai jubah ustadz,"
Seketika itu sang ustadz melihat jubah yang sebagian sudah hangus terbakar.
Ustadz: "Kenapa tidak segera kamu beritahukan kepadaku?,"
Haryanto: "Saya harus berikir dahulu sebelum mengatakannya, seperti apa yang anda nasihatkan kepadaku tempo hari," (jawab Haryanto dengan lugu)
Sejak kejadian itu sang ustadz menjadi lebih berhati-hati dalam memberikan nasihat pada santrinya agar nasehatnya tidak dimakan mentah-mentah. Ia tidak ingin peristiwa pahit seperti itu terulang lagi di kemudian hari.
0 komentar:
Posting Komentar