Mengenal cinta tidaklah mudah, apalagi memahaminya. Sangat sulit
sekali. Di masa depan, di mana tak seorang pun tahu apa yang terjadi
pada kemudian hari. Semua hal yang penuh dengan resiko, memulai hal
kecil dengan hal besar dan memulai hal besar melalui hal kecil.
Menyelesaikan hal dengan sepenuhnya tanpa ada yang diperhatikan tetapi,
di sisi lain itu sangat merepotkan.
Cinta itu hitam dan putih. Ada gelap dan terang, ada yang pergi dan
yang datang. Cinta juga abstrak, hitam putihnya tidak pernah diketahui
secara jelas. Aneh, tidak pernah tahu apa yang dimaksud, tak juga ingin
tahu apa yang diinginkan. Cinta, perasaan yang terkadang menyiksa tetapi
ditampakkan dengan kelembutan. Seiring berjalannya waktu terkadang
cinta itu dapat membuat setiap yang merasakan menjadi suatu hal yang
berbeda dari dirinya. Terkadang pula cinta dapat membuat orang menjadi
merasa bodoh.
Kenangan itu kembali muncul dan teringat hanya karena kotak kecil
yang berisi sejuta kenangannya dan kekasihnya di masa SMA dulu. Karena
kotak itu pula kekasihnya dulu yang sekarang menjadi mantan kekasinya
itu kembali datang kepadanya. Karena kotak kecil itu pula mereka
dipertemukan kembali dari setahun mereka tidak pernah bertemu. Walaupun
pertemuan mereka hanyalah untuk mengembalikan kotak kenangan itu dan
kembali membuat bara api yang dinyalakan gadis tersebut padanya. Tetapi
dalam kemarahan pun gadis tersebut tetaplah yang terindah di mata dia.
“Iya haloo,” seru gadis tersebut kepada seseorang di sebrang telfonnya.
“Aduh, kenapa sih kamu tidak bisa lagi, aku kan mau mengantarkan
undangannya sama kamu, nanti juga ada pemilihan dekorasi gedung,” seru
gadis tersebut dengan nada kesal.
Tiba tiba ada yang menyemprot air di baju gadis tersebut, sehingga dia pun terkejut dan tidak sengaja hpnya terpental dan jatuh.
“Dev, apa-apaan sih kamu, kurang kerjaan banget kamu kira aku ini mobil
kotor kamu yang kamu cuci,” makinya pada cowok di hadapannya.
“Maaf, tadi memang sengaja, habis kamu cemberut saja dari tadi,” kata cowok yang bernama Dev Anand tersebut.
“Jadi jatuh ini handphoneku,” kata gadis tersebut sambil mengambil
ponselnya dan melanjutkan obrolanya dengan seseorang di sebrang
ponselnya dan sedikit berjalan menjauh.
“Bagaimana? Ada apa lagi kamu? Kapan dong, kita bisa bertemu? aduh mati lagi,” kata gadis dengan wajah cemberut.
Gadis itu pun kembali menghampiri Dev Anand di sebelah mobilnya yang dicuci.
“Lihat ini, bajuku basah kan kapan sih kamu berhenti bikin aku kesel terus?” makinya kepada Dev.
“Maaf Rhea, aku kan sudah minta maaf tadi, ayo masuk dulu,” sahut Dev
meminta maaf dan mempersilahkan gadis bernama Rhea tersebut ke dalam
rumanya. Mereka pun duduk di ruang tamu.
“Eh ini kan gantungan kunci yang kamu buat untuk aku dulu. Bagus banget
loh, di Malioboro pun pasti tidak ada yang jualan begini,” kata Dev
sambil mengambil gantungan kunci yang di kotak kenangan itu. Gantungan
tersebut berbentuk hati berwarna coklak terukir lambang D&R.
Rhea hanya menatapnya kosong dan Dev terus memegang gantungan kunci tersebut.
“Mungkin karena buatnya dengan cinta kali ya,” sahut Dev kembali. “Udah
deh, aku ini udah mau memulai hidup baru dan itu bukan sama kamu. Jangan
ungkit-ungkit masa lalu kenapa sih. Susah ya, Dev sekarang aku mau
konsisten sama…”
Rhea terus saja berbicara tanpa sedikitpun memandang ke arah Dev. Dev
hanya memandang seikat undangan berwarna biru yang ada di samping tas
Rhea. Di halaman utama undangan tersebut bertuliskan lambang J and R.
sedikit terlihat raut kekecewaan di wajah Dev tapi, sesaat dia juga
melihat ke arah Rhea yang terus berbicara Dev pun kembali memperlihatkan
senyumnya sembari berkata
“Rhea, kalau bicara lihat orangnya dong, dari tadi bicara terus tapi
tidak lihat aku, lihatnya ke depan saja,” tatap Dev pada Rhea penuh
arti. Rhea pun salah tingkah dan sedikit melirik memperlihatkan wajah
kesal pada Dev.
“Huh, lihat ini aku kan tidak bisa melanjutkan tujuanku,” kata Rhea merapikan bajunya sekaligus mengalihkan pembicaraan.
“Iya sebentar,” sahut Dev kembali ke dalam rumah untuk mengambil baju
dan secangkir teh hangat untuk Rhea. Sebelum Dev benar-benar ke belakang
dia sempatkan melihat dari samping dinding Rhea tidak lagi merapikan
bajunya melainkan mengambil foto yang ada di kotak kenangan di meja.
Rhea sejenak menatap foto tersebut dan menggoreskan senyuman. Dev yang
melihatnya juga mengikuti alur senyum Rhea.
“Nih, diminum dulu sama pakek saja dulu gih kaosku di belakang,” sahut Dev dari belakang dan menaruh segelas teh di meja.
“Kamu tidak bisa begini terus sama aku Dev, acara itu penting sekali
untuk aku, kamu lihat ini, cetak undangan yang bagus itu tidak mudah,
ini saja sudah dicetak sampai berulang kali baru menemukan yang cocok
seperti ini,” sentak Rhea mengambil undangan di meja dan mengeluarkan
undangan lagi di tasnya.
“Belum lagi sewa gedung, aku rela bayar mahal untuk mendapatkan gedung
yang pas dan cocok untuk keluargaku apalagi aku suka banget sama
desainnya tidak ada yang peduli, cuma aku saja yang mengurusi semuanya,”
kata Rhea kembali dengan tatap mata ke depan, Dev hanya bisa menatapnya
heran dengan perkataan tiada yang peduli tadi.
“Belum lagi pelaminan, makanan dan minuman aku ikutin ke arah dapurnya
supaya aku bisa tahu rasanya konstan apa tidak. Satu lagi, baju. Iya
kamu harus lihat ya, gaun yang aku gunakan nanti adalah gaun yang paling
indah yang pernah dijahit orang untuk aku. Bikin pernikahan yang
sempurna itu tidak gampang Dev dan kamu, semestinya kamu hanya jadi masa
lalu,” celotehan Rhea pun diakhiri. Keduanya pun terdiam.
“Ya sudah, aku harus bagaimana? Gimana caranya aku menunjukan kalau aku peduli sama kamu?” sahut Dev dengan nada rendah.
“Oke, kamu ikut aku sekarang untuk mengantarkan undangan-undangan ini,
biar kamu mengerti kalau semua sms kamu, itu menggangu hubunganku dengan
Jai,” kata Rhea sambil membereskan undangan yang berserakan di meja
dengan sedikit kasar.
Mereka pun mengarungi kota Jogja dan mencari seluruh alamat yang
bertuliskan di undangan. Mereka menjelajahi dengan mobil fiat biru milik
Dev Anand, karena baju Rhea tadi basah dengan sedikit risih Rhea pun
mengenakan kaos warna biru milik Dev. Dengan percaya diri Dev terus
melaju tanpa bertanya alamat yang tertera di undangan padahal mereka
sudah berputar-putar di satu tempat sampai tiga kali.
“Cowok itu ya dimana-mana sama saja, sukanya menggampangkan masalah,
tidak ada satu pun yang beres,” sahut Rhea dengan tatapan sinis.
“Ya kalau memang gampang ya digampangin saja lah, buat apa dibuat
susah,” kata Dev dan Rhea hanya mengabaikan pernyataannya dan Rhea turun
dari mobil untuk bertanya kepada tukang ojek di depan. Dev berniat
mencegah tapi Rhea keburu sudah turun dari mobil.
Mereka terus saja mengantarkan undangan, terkadang dalam perjalanan
penuh dengan perdebatan dengan masa lalu mereka. Saat Rhea marah
sepertinya Dev dapat menetralisir masalah. Mungkin mereka itu bagaikan
tali yang saling berkaitan yang terkadang belum bisa terkait karena tali
yang digunakan terlalu kecil tetapi, di antara tali tersebut memiliki
kekuatan sehingga saling menguatkan di antara kaitan tersebut.
Segera mereka pun menuju alamat selanjutnya. Alamat rumah yang akan
dihampiri mereka untuk mengantarkan undangan adalah rumah Maya, yaitu
mantan kekasih Jai yang kebetulan mantan yang katanya paling cantik,
paling pintar dan yang lain sebagainya. Dengan keberanian dan bisa
dibilang naik darah Rhea melangkahkan kakinya di rumah besar tersebut.
Rhea berhadapan langsung dengan Maya lalu mengulurkan undangan di
tanganya. Maya menyambutnya dan sedikit bercerita kalau dia dan Jai
masih sering komunikasi, terbukti dari ucapan Maya yang mengetahui
proyek baru yang dikerjakan Jai sehingga Jai sangat sibuk akhir-akhir
ini.
Rhea tak menunjukkan kekesalan hatinya tetapi Rhea langsung pergi
dengan alasan masih banyak undangan yang harus diantarnya. Sedikit
disinggung oleh Maya tentang kaos yang ia gunakan tetapi Rhea hanya
menunjukan senyumnya dan segera berpamitan.
Rhea menunjukkan kecemburuannya di mobil Dev dan lagi-lagi Dev yang
dimarahi Rhea, lagi-lagi Dev yang disalahkan Rhea. Rhea tidak mau
pernikahanya berantakan karena ulah nenek sihir mantan kekasih Jai
tersebut dan Dev masa lalunya. Rhea ingin pernikahanya berjalan dengan
lancar. Dengan sedikit pamer dia menunjukan undangan pernikahanya pada
Dev dan mengatakan padanya bahwa pernikahnya kurang 10 hari lagi dan
tidak mau diganggu Dev.
Tetapi Dev menyangkal dan melihat undangan tersebut bahwa dalam undangan
tersebut pernikahan Jai dan Rhea masih kurang 12 hari lagi. Dengan
penuh heran Rhea pun melihat dengan seksama undangan tersebut, ternyata
benar Jai belum membenarkan undangan tersebut dengan mengganti tanggal
yang salah dengan tanggal yang benar. Semakin malu dan bingung saja
Rhea. Namun Dev dapat mengatasi hal tersebut dengan meminta bantuan
kepada temanya dan membuat Rhea kembali tersenyum lega.
Setiap perjalanan menuju suatu tempat Dev memutar lagu kesukaan
mereka di kala SMA dan dapat dibilang sampai sekarang jadi lagu kesukaan
mereka. Menjelang sore hari sekitar pukul 13:30 Dev pun berhenti
sejenak untuk membeli minuman. Ringtone hp Dev pun berbunyi, rupanya
teman Dev menagih perjanjian penjualan mobil, tapi tanpa sepengetahuan
Rhea, Dev pun membatalkan perjanjiannya kerena bagi Dev ini adalah hari
yang penting dan jauh lebih penting untuk Dev.
“Dev, lama banget sih, jangan ulur-ulur waktu kenapa,” teriak Rhea dalam mobil.
“iya iya,” jawab Dev dari kejauhan dan menghampiri Rhea di dalam mobil.
Tiba-tiba Handphone Rhea berbunyi
“Halo, Rhea maaf ya hari ini kita tidak bisa bertemu,” kata Jai di kantornya.
“Tapi nanti kan ada…” jawaban Rhea belum selesai.
“Kamu saja deh yang urus,” sahut Jai.
“Tadi katanya bisa sebentar, sebentar saja,” mohon Rhea.
“Mendadak aku ada meeting di semarang, jadwalku berantakan dan bosku marah, sudah ya nanti aku hubungi lagi,” sahut Jai kembali.
“Tapi Jai, tut, tut, tut,” Rhea pun hanya berputar-putar di tempat dengan wajah kesal sekaligus penuh dengan kebingungan.
Ringtone Rhea pun kembali berbunyi.
“Halo Jai,”
“Maaf Mbak, ini dari Suang Gown Collections jadi fitting baju hari ini kan, sudah tiga kali dibatalkan loh.”
“Aduh, iya iya terimakasih sudah diingatkan ya,” jawab Rhea dengan bingungnya.
Telihat raut wajah Rhea penuh dengan kekecewaan yang mendalam dan
kepanikan yang luar biasa. Dia hanya dapat berputar-putar di satu tempat
sepertinya Rhea mengalami tekanan batin yang mendalam. Dev hanya bisa
melihatnya di dalam mobil. Rhea pun mencoba menghubungiku dan aku hanya
bisa mengingatkan dia yang berkata siap menghadapi resiko atas kesibukan
Jai calon suaminya.
“Sudahlah, kamu cari siapa gitu, yang badannya setara sama Jai buat gantikan mencoba bajunya,” kataku meyakinkan.
Rhea pun mengalihkan pandangannya pada Dev, dan menutup percakapannya denganku. Rhea pun melemparkan senyum pada Dev.
Sesampainya di Suang Gown Collections Dev langsung mencoba baju yang
akan digunakan Jai di pernikahan Rhea, gadis yang dicintai semenjak
mereka masih bersama saat SMA sampai lulus kuliah dan harus bertemu dan
dekat kembali saat 10 hari sebelum pernikahan Rhea, perasaan Dev belum
bisa berubah sampai saat ini.
Dev pun berjalan mendekati Rhea yang juga memakai gaun pengantin yang
akan ia gunakan. Dengan pandangan kosong Dev berjalan dan terlihat di
depan cermin, Rhea pun merapikan baju yang dikenakan Dev, mencocokan
dengan gaun yang dia gunakan, melihat sisi kanan dan kiri dan saling
pandang lalu menunduk kembali.
Mereka pun kembali menjelajahi alamat, melihat-lihat undangan dan
mecari alamat kembali. Dalam perjalanan saat ini Rhea terlihat sangat
murung dan tak berbicara sama sekali. Ketika malam hari Dev mengajak
Rhea ke warung masakan padang dan menikmati sate khas padang. Di
sela-sela mereka makan Dev memberikan sedikit candaaan dan nostalgia
lucu seputar kota Jogja dan masa lalu, sehingga Rhea seperti melupakan
kepenatan yang dia lalui di hari tersebut.
Setelah mereka menikmati makan malam mereka pun kembali ke mobil sambil
membawa lampion pemberian Dev untuk Rhea di mana dulu Dev pernah
berjanji membuatkan Rhea lampion dengan lirik lagu kesukaannya.
Ternyata dari tadi Handphone Rhea tertinggal di dalam mobil. Ada 15
miscall dan 20 sms dari Jai. Tiba-tiba Jai menelfon kembali, perdebatan
antara Jai dan Rhea pun terjadi. Jai marah besar karena dari tadi
telfonnya tidak diangkat, Jai sangat mengkhawatirkan Rhea, terlebih saat
Rhea bilang bahwa sekarang Rhea pergi bersama Dev. Jai dan Rhea pun
saling menyalahkan tak ada yang bisa menghentikan perdebatan mereka di
Handphone. Dev hanya terdiam di belakang mobil dan terkadang melihat
Rhea marah-marah dan melampiaskan semua yang dia lakukan di hari-hari
sebelum pernikahanya pada Jai. Jai tetap membenarkan dirinya dengan nada
tinggi.
“Dan ternyata aku juga yang salah, berharap sama kamu yang ternyata buat
kamu itu tidak penting, apa jangan-jangan ini semua memang salah ya
Jai,” terdengar perkataan Rhea disertai menutup komunikasinya dengan Jai
dan Rhea pun masuk ke dalam mobil. Air matanya meleleh dan isak tangis
pun terdengar di telinga Dev, Dev pun segera membuka pintu mobilnya dan
menyeka air mata Rhea. Mencoba menenangkanya.
Rhea bertanya-tanya mengapa sms, kotak, miscall dan semua yang
dilakukan Dev padanya baru sekarang dia perlihatkan kembali. Dev pun
dengan seksama menceritakan kebodohannya di tahun kemarin yang
membiarkan Rhea jatuh di hati orang lain. Setahun setelah mereka putus
memang mereka tidak pernah berkomunikasi kembali, mereka putus kerena
hal kecil yang dilakukan Dev yaitu tidak datang di acara penting
keluarga Rhea. Dev menceritakan hal yang sebenarnya terjadi tetapi Rhea
tidak percaya pada Dev, mungkin kerena kekecewaan Rhea pada Dev tapi
Rhea memilih untuk tetap tidak percaya pada Dev.
Padahal satu minggu ke depan mereka 10 tahun anniversary, Dev
mempersiapkan semua perayaan tersebut tetapi Rhea tidak datang, sampai
cafe itu tutup Rhea tetap tidak datang. Dan tiga hari setelah itu Rhea
menyuruhku untuk menyampaikan pada Dev bahwa Rhea ingin putus. Dev tidak
menyangka 10 tahun kebersamaan mereka, Rhea menyuruh orang lain untuk
menyatakan putus. Dev sangat marah pada Rhea waktu itu padahal Dev sudah
berusaha untuk menjadi apa yang Rhea inginkan dan di saat yang sama Dev
juga merasa itu semua sepertinya tidak cukup untuk Rhea.
Dev menyadari kebodohanya mendiamkan Rhea karena Dev inginnya bisa
melupakan Rhea tetapi ternyata tidak bisa jadi saat ini Rhea akan jadi
milik orang lain. Rhea hanya tertunduk tak berarti ketika Dev
menjelaskan semuanya. Mereka bertatapan penuh arti di malam yang sunyi
bersama semilir angin.
Malam itu seperti malam yang indah untuk Rhea dan Dev mereka
menghabiskan waktu bersama. Di sisi lain Jai sangat bingung mencari
keberadaan Rhea, menghubungiku dengan nada tinggi dan aku hanya merendah
tak bisa berkata. Sepertinya Jai berkeliling-keliling Jojga tetapi
tidak bertemu dengan Rhea. Aku mencoba menelfon Rhea dan berkata semua
yang terjadi saat ini, ibunya khawatir sekali denganya, Jai mencari-cari
dia, kakaknya sudah mengetahui kalau dia jalan dengan Dev Anand, mantan
kekasihnya.
Setelah mengabiskan malam di pasar malam bersama Dev, Rhea pun diajak
Dev untuk ke rumah teman Dev. Di dalam perjalanan mereka Dev masih
terlihat seperti dulu dia tidak pernah berubah kata-katanya membuat Rhea
terus memandangnya dengan heran. Ada yang belum terungkap dari diri
Rhea saat itu dan Dev, dia terus melontarkan kebahagiaannya saat ini
yang dapat menaklukan hati Rhea kembali. Sehingga tak dapat melihat hal
yang belum terungkap di mata Rhea. Saat tiba di rumah teman Dev, Dev
mengatakan bahwa dia akan mengajak Rhea ke Lombok naik mobil untuk
bersenang-senang.
Rhea terus saja diam saat Dev mengatakan hal tersebut dengan tertawa
penuh kebahagiaan. Saat Dev masuk ke dalam rumah temannya, Rhea terlihat
bingung dan mengambil undangan di tasnya. Kemudian Rhea melihat di
sampul undangan tersebut bertuliskan kepada Dev Anand dan Rhea membuka
sampul undangan tersebut lalu ia baca. Pernikahan Jai Ariansyah putra
dengan Rhea Anindya, meneteslah air mata Rhea saat itu.
Rhea pun mengambil bulpoint dan mengganti tanggal yang salah. Saat
Dev kembali ke mobil, Rhea menyambutnya dengan senyuman dan terlihat
matanya yang merah karena menangis. Rhea pun mengatakan bahwa sebenarnya
dari tadi Rhea ke Dev itu untuk mengantarkan undangan pernikahannya.
Dev menyangkal ucapanya bahwa Rhea akan menikah dengan Dev. Wajah Rhea
pun sangat ragu.
“Kapan?” tanya Rhea pada Dev.
“Ya, nanti lah Rhea, kita harus bereskan pernikahan kamu yang membuat kamu kacau,” jawab Dev meyakinkan.
“Dev, sama kamu itu selalu saja, liat saja nanti. Selalu saja ada yang
lebih seru dari pada yang lebih penting,” kata Rhea menggenggam tangan
Dev.
“Rhea, aku bukan Dev yang dulu. Aku sudah berubah Rhea,” jawab Dev lagi-lagi dengan wajah yang meyakinkan.
“Kamu itu sama seperti keadaan kota Dev, gampang sekali berubah. Dan
kamu, berubah tapi sebenarnya tidak pernah berubah,” kata-kata Rhea
membuat Dev mengerutkan keningnya dan menaruh tangannya di dahi.
“Ini bukti bahwa kamu tidak bisa menikah sama Jai, tanggal di undangan
ini saja salah,” sahut Dev dengan nada tingi dan menunjuk ke undangan
yang di serahkan Rhea.
“Coba sekarang kamu lihat, ternyata aku bukan cuma ingin menikah sama
Jai tapi aku juga butuh Jai. Sama Jai aku bisa tahu apa yang aku
butuhkan, bukan sekedar ingin,” kata Rhea pada Dev. Dev pun langsung
membuka pintu mobil dengan keras dan menutupnya dengan keras pula. Rhea
pun kaget dan masih menunjukan senyumnya untuk menenangkan hatinya.
“Kamu tadi sudah memilih Rhea, tapi mengapa sekarang kamu mundur begitu
saja. Apa maksud kamu,” kata Dev dengan nada tinggi. Rhea pun ikut
keluar dan berkata kepada Dev.
“Dev,” dengan halus dan tetes air mata.
“Ya sudah, aku antarkan kamu pulang,” jawab Dev dengan menunduk dan pelan-pelan menatap Rhea dengan mata berkaca-kaca.
“Tidak usah Dev, aku ingin kita benar-benar selesai sekarang, tadi pagi
aku datang sendiri dan sekarang aku harus pulang sendiri,” kata Rhea
dengan menatap Dev dan air mata yang tak bisa ia bendung.
Di sisi lain, Jai begitu menyesali perbuatannya, menyesali apa yang
dia lakukan di belakang Rhea. Jai pun menghapus kontak Maya di
Handphonenya.
Rhea pun pulang naik taksi namun, Rhea tahu siapa Dev, Dev mengikutinya
dari belakang dengan mobilnya. Taksi Rhea pun berhenti, Dev pun turun
dari mobil menghampiri Rhea di tepi jalan.
“Sepuluh hari lagi ya?” kata Dev pada Rhea dengan tangan berada di saku celana.
“Kamu datang ya, terimakasih atas semuanya, aku tetap mencintaimu
sebagai seorang sahabat Dev, ” kata Rhea menggengam tangan Dev dengan
air mata.
“Ini kaos buat kamu ya, disimpan baik-baik ini kan…” kata Dev belum selesai berbicara.
“Iya aku tahu, ini kaos kesukaan kamu,” kata Rhea. Dev pun mulai
berjalan meninggalkan Rhea menuju mobilnya dengan langkah penuh
kekecewaan dan kesedihan.
“Oh iya Rhea, tadi aku bohong sama kamu, justru lebih cantik kamu dari
pada Maya, Jai pasti tahu itu, aku akan datang di hari kebahagian kamu,”
kata Dev membuat Rhea tersenyum walau air matanya tetap mengalir.
Mobil Dev pun tak terlihat lagi oleh Rhea, Rhea pun berjalan menuju
rumahnya. Di depan rumah Rhea, Jai telah menunggu sambil duduk. Jai
meminta maaf pada Rhea, Jai mengaku bahwa dia yang egois selama ini, dia
tidak memikirkan keadaan Rhea. Jai sudah menerima apapun yang tidak
sesuai nanti saat pernikahan, yang penting Jai tetap menikahi Rhea. Jai
pun siap jika Rhea sudah memilih. Dengan kerendahan hatinya Jai akan
menanggung semua kekacauan. Tetapi Rhea meluruskan ucapanya, Rhea
memilih untuk tetap menikah dengan Jai. Mungkin cinta Dev di hari itu
adalah sebuah obsesi semata yang membuat hatinya belum juga terbuka
untuk menunjukan kepastian pada suatu hubungan. Mungkin cara Jai
menunjukan cintanya pada Rhea belum dapat dimengerti Rhea. Mengarungi
samudra mahligai cinta suci penuh gelombang silih berganti, semua adalah
ujian penguat cinta. Masih banyak waktu untuk menunjukan cinta, tapi
sedikit waktu untuk mempercayai sebuah kepastian dalam hubungan.
Cerpen Karangan: Afiyah Nurisnaini
Rabu, 25 Februari 2015
KEPASTIAN
16.02
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar