Pentas Teater Mendiang Republik : Sarkasme Indonesia dan Kemerdekaan
Pentas ini berkisah tentang Indonesia dan riwayatnya. Sedari dimulainya penjajahan, usaha mempertahankan hingga sampai pada keadaan kemerdekaan semu yang melenakan.Diselenggarakan oleh Teater Majalah EPIK di Teater Tertutup, Taman Kebudayaan Jawa Barat Dago Tea House pada Minggu (27/5), Mendiang Republik banyak menghipnotis penonton dengan lakon, visualisasi dan audio yang memikat. “sampai merinding melihatnya, bisa menyadarkan saya tentang arti kata ‘Merdeka’,” ungkap Dahayu, Pelajar SMA yang ikut menyaksikan pertunjukan ini.
Lakon dimulai dari Nyanyian dan Tarian wanita yang melambangkan Ibu Pertiwi bergaun putih panjang terseret. Sementara dibawahnya anak muda dengan segala ekspresinya mengumandangkan sumpah pemuda.
Sementara, Republik Indonesia sendiri dilambangkan sebagai orang tua yang sebentar lagi akan wafat. Republik Indonesia dalam perlambangan tersebut merasa pilu melihat penduduknya yang terus memujanya dalam balutan konflik sosial, individualisme dan kenikmatan yang dikesankan semu karena leher mereka terpasung tali. Seorang pemuda yang sadar akan keadaan tersebut kerap bertanya, “Apa ini arti merdeka?.”
Tidak hanya lakon peran manusia, pentas Mendiang Republik juga menampilkan video—sebagai kesatuan pentas—ilustrasi untuk memperkuat peresapan wacana. Video tersebut menampilkan tubuh koma yang dibawa dalam Ambulans yang tidak kunjung sampai di rumah sakit.
Lakon diakhiri dengan tangisan Ibu Pertiwi yang membawa jasad sang Republik ke haribaan. Sebelumnya dikisahkan bahwa matinya sang Republik adalah karena kekolotannya. Republik tidak mengindahkan nasihat seorang perawat hingga ajal mejemputnya. Bahkan di akhir sanggahannya, republik hanya berkata,”Saya ini cuma kurang satu hal : cinta,” ujarnya.
Teks : Robbi Irfani Maqoma
0 komentar:
Posting Komentar